Jumat, 13 Maret 2009

NAMA : YULIARINI

NIM : H1E107032

PRODI : TEK.LINGKUNGAN

PENTINGNYA AIR DALAM KEHIDUPAN

Air adalah kebutuhan dasar seluruh makluk hidup di bumi. Semua tergantung pada air. Tanpa air tak ada kehidupan. Air merupakan salah satu sumber daya alam yang paling dibutuhkan oleh manusia. Air dimanfaatkan untuk berbagai keperluan hidup sehari-hari. Sumber air yang dimanfaatkan bersumber dari air tanah dan air permukaan seperti sungai, danau, laut, reservoir. Selain itu, air juga dimanfaatkan oleh hewan dan tumbuhan untuk kelangsungan hidupnya.

Akan tetapi telah terjadi pencemaran air dan sumber air dengan berbagai limbah dari berbagai kegiatan. Contohnya yang paling sering sederhana membuang sampah disembarang tempat, seperti di sungai.

Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah baik limbah industri maupun limbah rumah tangga, merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang seperti Indonesia. Umumnya limbah yang dibuang akan berpengaruh pada suatu lingkungan. Limbah tersebut dapat dikategorikan limbah berbahaya maupun tidak berbahaya. Pembuangan limbah berbahaya akan menjadi persoalan besar bila air yang dikonsumsi oleh manusia, hewan, dan organisme tercemar limbah mengandung senyawa berbahaya.

Perkembangan kota semakin pekat akan meningkatkan aktivitas sehingga menyebabkan peningkatan kebutuhan akan air bersih yang besar, baik untuk keperluan domestik maupun non-domestik. Seiring dengan itu, maka jumlah air buangan semakin meningkat sementara lahan semakin sempit.

Limbah adalah bahan, atau sisa pada suatu kegiatan maupun proses produksi yang tidak lagi berguna atau bermanfaat bagi pelaku proses. Limbah juga dapat dibedakan menjadi limbah yang mudah maupun sulit diuraikan. Pada umumnya limbah yang sulit diuraikan termasuk limbah organik. Biasanya limbah tersebut dibuang ke suatu tempat dan akan mempengaruhi lingkungan tempat limbah tersebut di buang. Berdasarkan sumbernya, limbah yang banyak mencemari air adalah limbah domestik, limbah industri, dan pertanian. Jenis limbah dari industri disebut limbah industri, sedang limbah dari kegiatan pertanian disebut dengan limbah pertanian, limbah dari pemukiman disebut limbah domestik.

Air limbah domestik berasal dari rumah tangga, perkantoran, pusat perdagangan,rumah sakit dan mengandung berbagai bahan antara lain: kototan, urine dan air bekas cucian yang mengandung detergen, bakteri dan virus.

Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari pabrik, industri, pertanian, pertanakan, perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lain. Limbah ini sangat bervariasi lebil-lebih untuk limbah industri. Air limbah industri adalah air limbah yang dibuang oleh industri dan manufaktur, industri di perkotaan biasanya membuang air limbahnya ke saluran air buangan kota setelah mengalami pengelolaan terlebih dahulu. Akan tetapi tidak semua industri yang mengelola air limbahnya sebelum dibuang ke badan air penerima. Banyak mengandung bahan pelarut, mineral, logam berat, zat pewarna, nitrogen, sulfida, phospat, dan zat lain yang bersifat toxic.

Banyak air tawar yang tercemar berat oleh sisa-sisa cairan pembuangan industri yang masuk kedalam sungai. Hal ini menyebabkan zat beracun yang terdapat pada cairan limbah tersebut terlarut dan terbawa masuk ke laut. Cairan buangan adalah sisa-sisa buangan dalam bentuk cair yang dihasilkan dari proses- proses industri.

Sejalan dengan makin banyaknya yang ditimbulkan oleh pertanian modern, akibat penggunaan pupuk kimia, pestisida dan serta zat-zat lainnya dalam jumlah yang berlebihan, maka dampak negatif pertanian modern mulai mendapat perhatian yang serius. Limbah pertanian biasanya terdiri atas bahan padat bekas tanaman yang bersifat organik, pestisida, bahan pupuk yang mengandung nitrogen, dan sebagainya. Pertanian modern yang bertumpu pada penggunaan bahan-bahan kimia buatan (pupuk dan pestisida), menimbulkan kekhawatiran berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Sebagai alternatif penanggulangan krisis pertanian modern adalah penerapan pertanian organik.

Sifat biologis air buangan domestik perlu diketahui untuk kualitas air terutama bagi air yang dipergunakan sebagai air minum dan air bersih dan mengukur tingkat pencemaran sebelum dibuang ke badan air penerima. Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan. Bahan organik terlarut dapat menghasilkan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap. Dan akan lebih berbahaya jika bahan kimia merupakan bahan kimia yang beracun.

Keadaan populasi yang terus bertambah padat, tercemarnya tanah, tidak banyak lagi ruang terbuka, mengakibatkan air tanah di Jakarta sulit kembali menjadi normal. Banyaknya bangunan mengakibatkan resapan air tanah malah menghilang terbawa ke laut.

Yang harus dilakukan adalah mengelola air limbah. Sesuai dengan siklus hidrologi jumlah air di bumi tetap dan konstan Tapi karena terjadinya pencemaran air maka air mengalami penurunan kualitas. Terutama untuk kawasan perkotaan, air tanah dan air permukaan telah tercemar. Air tanah tercemar karena rembasan limbah cair tadi.

Sumber utama pencemaran adalah limbah domestik berasal dari dapur kamar mandi. Air tanah umumnya tercemar oleh rembesan dari septic tank yang bisa disebut black water. Apalagi jika tidak memiliki septic tank yang memenuhi syarat. Dan terlebih lebih lagi jika pembuangan tinja langsung ke sungai.

Di daerah kumuh, dengan adanya permukiman - permukiman yang kurang terencana, maka dapat mengakibatkan sistem pembuangan limbah rumah tangga seperti pembuangan limbah kamar mandi/wc dan dapur tidak terkoordinasi dengan baik.

Sumber pencemar yang kedua adalah berasal dari industri baik itu air limbah industri kecil, menengah, hingga besar membuang limbah ke perairan dan tanah.

Untuk industri kecil atau industri rumah tangga dan menengah hanya menggunakan teknologi sederhana. Namun karena jumlahnya begitu banyak dan hanya sedikit memiliki pengolahan limbah cairnya maka potensi pencemarannya tetaplah besar.

Sedangkan untuk industri besar, wajib memiliki suatu pengolahan limbah. Industri besar menghasilkan limbah B3 yang banyak memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan keselamatan makhluk hidup lainnya.


Untuk pengelolaan limbah untuk mengatasi pencemaran, tidaklah semua memerlukan biaya besar dan menggunakan teknologi tinggi. Namun sistem pengelolaan yang tepat dan efektif atau meminimalisasi limbah melalui sistem produksi bersih.

Untuk pengelolaan domestik yang terbaik dan sangat mudah adalah dimulai dari kita sendiri.Membuang sampah pada tempatnya. Hemat detergen serta menghemat penggunaan air.

Wilayah yang lahannya terbatas atau sempit, pengelolaan limbah secara komunal dengan peran warga maupun sistem terpadu. Misalnya adalah teknologi pembuatan sebuah septic tank untuk beberapa buah rumah.

Untuk industri kecil dan menengah terdapat pengelolaan limbah cair yaitu sistem pengelolaaan dengan menggunakan teknologi sederhana,tepat guna dengan biaya ringan. Salah satu contoh memanfaatkan kembali limbah yang telah terpakai dengan menggunakan teknologi Chrome Recovery seperti yang telah diterapkan di sutu industri di Desa Sukaregang garut, Jawa Timur.

Untuk industri besar, system pengelolaan limbah harus dipandang tidak sebagai beban biaya operasi. Karena menjalankan industri berwawasan lingkungan menjamin kelangsungan usaha dalam jangka panjang.

PERGERAKAN AIR DI DALAM TANAH

Cuma ada dua instruksi yang dipahami oleh air mengenai pergerakannya, yaitu pertama, meresap ke dalam tanah jika memungkinkan; atau kedua, bergerak di permukaan tanah menuju ke tempat yang lebih rendah. Ketika berada di wilayah yang sebagian besar telah tertutup oleh bangunan, air tak punya cukup waktu dan tenaga untuk merembes ke bawah tanah, maka hanya tersisa satu pilihan baginya yaitu bergerak menuju ke tempat yang lebih rendah.

Ketika turun hujan, air hujan mulai membasahi permukaan tanah. Tanah yang alami dengan tetumbuhan di atasnya menyediakan pori-pori, rongga-rongga dan celah tanah bagi air hujan sehingga air hujan bisa leluasa merembes atau meresap ke dalam tanah. Air itu akan turun hingga kedalaman beberapa puluh meter.

Air yang berhasil meresap ke bawah tanah akan terus bergerak ke bawah sampai dia mencapai lapisan tanah atau batuan yang jarak antar butirannya sangat-sangat sempit yang tidak memungkinkan bagi air untuk melewatinya. Ini adalah lapisan yang bersifat impermeabel. Lapisan seperti ini disebut lapisan aquitard (gambar sebelah kanan bersifat impermeabel yang sulit diisi air, sementara yang kiri bersifat permeabel yang berisi air).

Karena air tak bisa lagi turun ke bawah, maka air tadi hanya bisa mengisi ruang di antara butiran batuan di atas lapisan aquitard. Air yang datang kemudian akan menambah volume air yang mengisi rongga-rongga antar butiran dan akan tersimpan disana. Penambahan volume air akan berhenti seiring dengan berhentinya hujan. Air yang tersimpan di bawah tanah itu disebut air tanah. Sementara air yang tidak bisa diserap dan berada di permukaan tanah disebut air permukaan.

Permukaan air tanah disebut water table, sementara lapisan tanah yang terisi air tanah disebut zona saturasi air. Permukaan zona saturasi — yang tak lain adalah water table tersebut — selalu mengikuti bentuk topografi atau lekuk-lekuk permukaan bumi.

Gambar ini memperlihatkan bentuk mikroskopis keberadaan air tanah di dalam rongga-rongga kecil antar butiran tanah. Rongga-rongga kecil tersebut dinamakan pori-pori tanah. Jika rongga-rongga atau pori-pori tersebut saling berhubungan satu sama lain maka air tanah dapat bergerak di antara butir-butir batuan. Lapisan tanah seperti ini dikatakan memiliki sifat permeabel yang baik. Jadi gampangnya, lapisan permeabel adalah lapisan tanah yang didalamnya memungkinkan bagi air untuk bergerak secara leluasa, baik itu bergerak vertikal dari atas ke bawah pada saat meresap, atau bergerak secara horisontal.

Gambar ini memperlihatkan bentuk mikroskopis keberadaan rongga-rongga kosong diantara butiran tanah. Namun sebenarnya rongga tersebut tidak benar-benar kosong, melainkan ia berisi udara.

Ukuran butir tanah berbeda-beda, pasir (Sand) ukuran butirnya antara 0.1 mm sampai 2 mm, (Silt) ukuran butirnya ± 0,1 mm sampai 2 micron (0.002 mmm), Lempung (Clay) dimana ukuran butirnya lebih kecil dari 2 micron

Dengan berbedanya ukuran partikel tanah maka pergerakan air yang masuk ke dalam tanah juga berbeda-beda. Untuk jenis tanah yang memiliki partikel pasir yang besar maka air akan sulit untuk meresap seperti pasir (sand). Sedangkan jenis tanah yang memiliki partikel yang kecil maka air akan mudah meresap seperti partikel Silt dan Clay, karena mereka memiliki ukuran partikel yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan pasir (sand).

Air bergerak ke dalam tanah melalui celah-celah dan pori-pori tanah dan batuan menuju muka air tanah. Air dapat bergerak akibat aksi kapiler atau air dapat bergerak secara vertikal atau horizontal dibawah permukaan tanah hingga air tersebut memasuki kembali sistem air permukaan. Daya kapilaritas gravitasi mempengaruhi arah pergerakan air masuk ke dalam tanah sehingga ada beberapa arah pergerakan air yaitu Gravity, cara angular, sub angular, platy, prismatic, capillary. Selain itu bisajuga disebabkan oleh adanya benda penghalang di dalam tanah misalnya batuan.

SIANIDA SEBAGAI SALAH SATU ZAT KIMIA PENCEMAR AIR TANAH

Sianida adalah senyawa kimia yang mengandung (C≡N), yang terdiri dari 3 buah atom karbon yang berikatan dengan atom hidrogen. Secara spesifik, sianida adalah anion CN-. Senyawa ini ada dalam bentuk gas, liquid dan solid, setiap senyawa tersebut dapat melepaskan anion CN- yang sangat beracun. Sianida dapat terbentuk secara alami maupun dibuat oleh manusia dan memiliki sifat racun yang sangat kuat dan bekerja dengan cepat. Contohnya adalah HCN (hidrogen sianida) dan KCN (kalium sianida).

Hidrogen sianida merupakan gas yang tidak berasa dan memiliki bau pahit yang seperti bau almond. Kebanyakan orang dapat mencium baunya, tetapi ada beberapa orang yang karena masalah genetiknya tidak dapat mencium bau HCN. Hidrogen sianida disebut juga formonitrile, sedang dalam bentuk cairan dikenal sebagai asam prussit dan asam hidrosianik. Dalam bentuk cairan, HCN tidak berwarna atau dapat juga berwarna biru pucat pada suhu kamar.

Natrium sianida dan kalium sianida berbentuk bubuk putih dengan bau yang menyerupai almond. Adanya hidrolisis dari KCN dan NaCN, HCN dapat terbentuk dengan reaksi sebagai berikut:

NaCN + H2O → HCN + NaOH

KCN + H2O → HCN + KOH

Bakteri, jamur, dan algae tertentu dapat menghasilkan sianida. Dapat pula ditemukan di beberapa makanan dan tumbuhan. Meskipun dalam jumlah yang sedikit, sianida dapat ditemukan di dalam almond, bayam, kecap, bambu, dan akar cassava. Sianida tersebut terdapat sebagai bagian dari gula atau senyawa alami lainnya. Sianida juga ditemukan pada rokok, asap kendaraan bermotor dan pada beberapa produk sintetik.

Banyak sianida di tanah atau air berasal dari proses industri. Sumber terbesarnya yaitu aliran buangan dari proses pertambangan logam, industri kimia organik, pabrik besi dan baja, serta fasilitas pengolahan air limbah publik. Sebagian kecil sianida dapat ditemukan pada runoff hujan yang membawa garam-garam sianida yang terdapat di jalan. Sianida yang terdapat di landfill dapat mencemari air tanah.

Garam sianida dan HCN digunakan dalam proses metalurgi, electroplating, proses produksi kimia organik, pabrik plastik, pengasapan kapal, dan proses pertambangan. Selain itu, banyak bahan-bahan yang mengandung sianida digunakan dalam proses medic, seperti penggunaan sebagai vasodilator dalam pemeriksaan pembuluh darah dan digunakan pula untuk menurunkan tekanan darah manusia secara cepat dalam kondisi kritis.

Sianida memasuki udara, air, dan tanah baik dengan proses alami maupun karena proses industri. Seperti halnya di air permukaan, sianida yang berada di tanah juga dapat mengalami proses evaporasi dan penguraian oleh mikroorganisme. Sekarang ini, bahkan telah dideteksi sianida di air tanah di bawah beberapa landfill dan tempat pembuangan limbah industri. Ditemukan pula sianida dalam konsentrasi tinggi di dalam lindi di landfill atau di dalam buangan limbah industri, konsentrasi tinggi ini menjadi racun bagi mikroorganisme tanah. Dikarenakan tidak ada lagi mikroorganisme tanah yang dapat menguraikannya, sianida dapat memasuki air tanah di bawahnya.

Sianida dapat dibuang dengan adanya:

a. Ikatan dengan endothelial-derived relaxing factor (EDRF) dalam hal ini adalah asam nitirit.

b. Bahan-bahan metal seperti emas, molibdenum atau komponen organik seperti hidrokobalamin sangat efektif mengeliminasi sianida dari dalam sel.

c. Albumin dapat merangsang kerja enzim dan menggunakan sulfur untuk mengikat sianida.

Tingkat toksisitas dari sianida bermacam-macam. Dosis letal dari sianida adalah:

a. Asam hidrosianik sekitar 2,500–5,000 mgmin/m3

b. Sianogen klorida sekitar 11,000 mg min/m3

c. Perkiraan dosis intravena 1.0 mg/kg

d. Perkiraan dalam bentuk cairan yang mengiritasi kulit 100 mg/kg

Bacillus thuringiensis

Ciri-ciri Morfologi Bacillus thuringiensis

Bacillus thuringiensis merupakan salah satu bakteri patogen pada serangga. Ciri-ciri Morfologi B. thuringiesis antara lain:

  1. mempunyai sel vegetatif berbentuk batang dengan ukuran panjang 3 – 5 mm dan lebar 1,0 – 1,2 mm,
  2. mempunyai flagella,
  3. membentuk spora berbentuk oval, letaknya subterminal, berwarna hijau kebiruan dan berukuran 1,0 – 1,3 m,
  4. spora relatif tahan terhadap pengaruh fisik dan kimia,
  5. pembentukan spora terjadi dengan cepat pada suhu 35° - 37°C,
  6. spora mengandung asam dipikolinik (DPA), 10-15% dari berat kering spora,
  7. sel-sel vegetatif dapat membentuk suatu rantai yang terdiri dari 5 - 6 sel,
  8. bersifat gram positif,
  9. aerob tetapi umumnya anaerob fakultatif,
  10. dapat tumbuh pada media buatan,
  11. suhu untuk pertumbuhan berkisar antara 15°- 40°C.

Fisiologi Bacillus thuringiensis

Ciri khas yang terdapat pada B. thuringiesis adalah kemampuannya membentuk kristal (tubuh paraspora) bersamaan dengan pembentukan spora, yaitu pada waktu sel mengalami sporulasi. Kristal tersebut merupakan komplek protein yang mengandung toksin ( - endotoksin ) yang terbentuk di dalam sel 2-3 jam setelah akhir fase eksponesial dan baru keluar dari sel pada waktu sel mengalami autolisis setelah sporulasi sempurna. Sembilan puluh lima persen kristal terdiri dari protein dengan asam amino terbanyak terdiri dari asam glutamat, asam aspartat dan arginin, sedangkan lima persen terdiri dari karbohidrat yaitu mannosa dan glukosa (Bulla, Kramer dan Davidson, 1977).

Kristal protein tersusun dari subunit-subunit protein yang berbentuk batang atau halter, mempunyai berat molekul 130 – 140 kDa yang berupa protoksin. Protoksin akan menjadi toksin setelah mengalami hidrolisis dalam kondisi alkalin di dalam saluran pencernaan serangga. Hidrolisis ini melepaskan protein kecil dengan berat molekul sekitar 60 kDa dan bersifat toksik.

Kristal protein mempunyai beberapa bentuk. Ada hubungan nyata antara bentuk kristal dengan kisaran daya bunuhnya. Varietas yang memiliki daya bunuh terhadap serangga ordo Lepidoptera, memiliki kristal toksin yang berbentuk bipiramida dan jumlahnya hanya satu tiap sel, sedangkan yang berbentuk kubus, oval dan amorf umumnya toksik terhadap serangga ordo Diptera dan jumlahnya dapat lebih dari satu tiap sel. Kristal yang mempunyai daya bunuh terhadap serangga ordo Coleoptera berbentuk empat persegi panjang dan datar atau pipih.

Toksisitas B. thuringiensis terhadap serangga dipengaruhi oleh strain bakteri dan spesies serangga yang terinfeksi. Faktor pada bakteri yang mempengaruhi toksisitasnya adalah struktur kristalnya, yang pada salah satu strain mungkin mempunyai ikatan yang lebih mudah dipecah oleh enzim yang dihasilkan serangga dan ukuran molekul protein yang menyusun kristal, serta susunan molekul asam amino dan kandungan karbohidrat dalam kristal.

Ekologi Bacillus thuringiensis

Salah satu karakteristik dan B. thuringiensis adalah dapat memproduksi kristal protein dalam sel selama fase sporuIasi Kristal toksin memegang peranan penting karena aktivitasnya sebagai insektisida. Untuk menumbuhkan dan memperbanyak kristal dan spora B. thuringiensis telah digunakan berbagai media kimia seperti agar nutrien, media NYSMA, NYPC dan Tryptose Phosphate Broth. Beberapa peneliti tidak menggunakan media kimiawi untuk menumbuhkan B. thuringiensis, melainkan menggunakan media alami seperti berbagai media kelapa (air dan endospermnya). Media kelapa relatif murah, dapat diperoleh setiap saat dan terdapat di mana-mana, sedangkan media kimia harganya mahal dan tidak mudah diperoleh. Air kelapa dan endosperm kelapa (santan) kaya akan asam amino, gula dan garam serta merupakan media yang cocok untuk pertumbuhan B.

Thuringiensis.

Tanaman transgenik Bt dapat berproduksi lebih unggul dan tidak perlu racun
insektisida yang selama ini harus disemprotkan. Karena tanamannya sudah
punya racun serangga, sehingga sang hama akan takut mendekat, mereka mati
bila menggigitnya.Isolat Bt dapat diisolasi dari tanah, bagian tumbuhan, kotoran hewan, serangga dan bangkainya dan sumber lain. Salah satu cara isolasi yang cukup efektif adalah dengan seleksi asetat. Beberapa gram sumber isolat disuspensikan ke dalam media pertumbuhan bakteri (misal LB) yang mengandung natrium asetat kemudian dikocok. Media asetat tersebut menghambat pertumbuhan spora Bt menjadi sel vegetatif. Setelah beberapa jam media tersebut di-panaskan pada suhu 80°C selama beberapa menit. Pemanasan ini akan membunuh sel-sel bakteri atau mikroorganisme yang sedang tumbuh termasuk spora-spora bakteri lain yang tumbuh. Kemudian sebagian kecil dari suspensi yang telah dipanaskan diratakan pada media padat. Koloni-koloni yang tumbuh kemudian dipindahkan ke media sporulasi Bt. Koloni yang tumbuh pada media ini dicek keberadaan spora atau protein kristalnya untuk menentukan apakah koloni tersebut termasuk isolat Bt.

Taksonomi Bacillus thuringiensis

Bakteri ini tergolong ke dalam :

Divisi = Protophyta

Kelas = Schizomycetes

Ordo = Eubacteriales

Sub-Ordo = Eubacteriineae

Famili = Bacillaceae

Genus = Bacillus

Spesies = Thuringiensis

(Steinhaus, 1949).

Peranan B. thuringiensis dalam pengendalian hama C. binotalis

Untuk mengendalikan hama C. binotalis, pada umumnya petani kubis di Indonesia melakukannya dengan cara kimia. Petani melakukan penyemprotan dengan insektisida kimia sintetik satu kali dalam 2-3 hari. Kadang-kadang petani masih melakukan penyemprotan pada kubis yang siap dipanen, tanpa memperhatikan dampaknya terhadap konsumen dan lingkungan.

Untuk menghidari dampak negatif penggunaan insektisida kimia sintetik tersebut, maka alternatif pengendalian perlu terus dicari dan dikembangkan diantaranya pengendalian dengan menggunakan musuh alami hama (pengendalian secara hayati) seperti penggunaan bakteri Bacillus thuringiensis Berliner. Dalam hubungannya sebagai agen pengendali hayati, bakteri ini merupakan mikroorganisme yang paling banyak mendapat perhatian selama ini.

Hasil pengujian toksisitas B. thuringiensis terhadap larva C. binotalis menunjukkan bahwa bakteri ini, baik dalam bentuk formulasi maupun biakan murni dapat mematikan larva C. binotalis sebesar 76 – 96 % setelah lima hari aplikasi. Pada Tabel 1 berikut dapat dilihat persentase mortalitas larva C. binotalis pada uji toksisitas bakteri.

Tabel 1. Persentase mortalitas larva C. binotalis pada uji toksisitas B. thuringiensis ____________________________________________________________________ Perlakuan Mortalitas larva hari ke- (%)

1 2 3 4 5

_____________________________________________________________________

Bactospeine WP 50,67 90,67 96,00 96,00 96,00

B. thuringiensis subsp. berliner 53,33 86,67 90,67 90,67 94,67

TUREX WP 48,00 96,00 96,00 96,00 96,00

B. thuringiensis subsp aizawai 23,33 62,67 66,67 74,67 76,00

Kontrol 4,00 4,00 5,33 5,33 5,33

_____________________________________________________________________

(Sumber : Sriganti, 2000)

Berdasarkan Tabel 1 di atas secara umum terlihat bahwa B. thuringiensis cukup efektif dalam mematikan larva C. binotalis. Kematian larva sudah mulai terjadi satu hari setelah aplikasi B. thuringiensis dan persentase kematian meningkat sampai lima hari setelah aplikasi, dimana hampir seluruh larva yang diuji menimbulkan kematian. Hasil penelitian Trizelia (1998) juga menunjukkan bahwa infeksi B. thuringiensis pada larva C. binotalis dapat mematikan larva dan tingkat kematian larva berkisar antara 63,52 % – 90 %, tergantung pada konsentrasi bakteri yang digunakan.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa bakteri B. thuringiensis mempunyai peluang untuk dikembangkan sebagai bioinsektisida untuk pengendalian hama C. binotalis pada tanaman kubis. Akan tetapi dalam penggunaannya di lapangan, sebaiknya aplikasi bakteri dilakukan pada sore hari agar kristal tidak mengalami degradasi oleh radiasi UV sebelum termakan oleh hama, karena kristal ini bersifat labil di bawah pengaruh sinar matahari, baik melalui sinar UV atau suhu tinggi. Hal ini yang menyebabkan mengapa persistensi dan stabilitas B. thuringiensis di lapangan tidak lama. Hasil penelitian Santoso et al. (1992) menunjukkan bahwa stabilitas residu efektif hanya bertahan maksimum satu minggu.

Selain adanya keragaman varietas dan stabilitas kristal protein di lapangan, beberapa faktor lain dalam batas-batas tertentu ikut menentukan keberhasilan pengendalian hama dengan menggunakan B. thuringiensis, seperti pH permukaan daun yang tinggi sehingga pada daun sudah terjadi sebagian hidrolisis kristal, akibatnya daya racun B. thuringiensis menurun dan pada beberapa tanaman tertentu mengandung senyawa anti bakteri.

Pencampuran B. thuringiensis dengan pestisida lain juga dapat dilakukan, tetapi harus dilandasi dengan penelitian yang teliti, karena data yang ada kadang-kadang tidak konsisten, sebagai contoh pencampuran B. thuringiensis dengan Nuclear Polyhedrosis Virus Spodoptera litura tidak memberikan keuntungan (Santoso et al., 1992), tetapi pencampuran B. thuringiensis dengan Beauveria bassiana lebih menguntungkan dan lebih efektif dibandingkan jika patogen tersebut digunakan sendiri-sendiri (Trizelia, 1998).

Bacillus thuringiensis menghasilkan protein toksin sewaktu terjadi sporulasi atau saat bakteri membentuk spora. Dalam bentuk spora berat toksin 20% dari berat badan spora. Apabila larva insek memakan spora maka di dalam alat pencernaan larva insek, spora bakteri dipecah dan keluarlah toksin. Toksin masuk ke dalam membran sel alat pencernaan larva, mengakibatkan alat pencernaan mengalami paralisis, pakan tidak dapat diserap sehingga larva mati. Dengan membiakkan Bacillus thuringiensis kemudian diektrak dan dimurnikan maka akan diperoleh insektisida biologis (biopestisida) dalam bentuk kristal. Insektisida biologis serupa saja aplikasinya maupun untung ruginya dengan insektisida kimia lainnya. Oleh karena itu, pada tahun 1985 dimulai rekayasa gen dari Bacillus thuringiensis dengan kode gen Bt toksin .